wyT7Ou6uzyfjs6GqEuDgdba8KnU
Link2Communion.com http://link2communion.com/pages/index.php?refid=noeyputra

Jumat, 14 Oktober 2011

KERAJAAN LANDAK


Kerajaan Landak mula-mula diperintah oleh Raden Ismahayana dengan gelar Raja Dipati Karang Tanjung Tua (1472-1542). Setelah menganut agama Islam, ia dikenal dengan gelar Albdulkahar. Raden Ismahayana adalah anak tunggal Raden Kesuma Sumantri Indra Ningrat Ratu Angkawijaya Brawijaya VII yang juga dikenal dengan nama Pulang Palih VII dalam perkawinan dengan Dara Hitam, seorang putri Dayak. Pada zaman pemerintahan raja pertama ini, kerajaan berkedudukan di Ningrat Batur, di sungai Terap/Mandor. Oleh masyarakat Dayak Kendayan, saat ini tempat tersebut disebut sebagai Ambawang Bator (ambawang berarti peninggalan).
Oleh putra Raden Ismahayana, Raden Abdulkahar, pusat pemerintahan kemudian dipindahkan ke Munggu yang terletak di persimpangan sungai Landak dengan sungai Menyuke. Karena kerajaan ini terletak di tepi sungai Landak, maka dinamailah Kerajaan Landak. Dalam masa pemerintahan Anam Jaya Kesuma (1600), Kerajaan Landak mencapai masa gemilang karena kedekatannya dengan Kerajaan Tanjungpura. Kedekatan ini terjadi karena Ratu Mas Djaintan, saudara kandung Anam Jaya Kesuma, diperistri oleh Sultan Muhammad, raja Tanjungpura.
Tahun 1700 terjadi perang saudara antara Kerajaan Landak dengan Kerajaan Tanjungpura, karena Kerajaan Landak menuntut dikembalikannya Intan Kobi, yaitu intan kerajaan peninggalan leluhur. Dalam perang pertama, kemenangan berada pada Kerajaan Tanjungpura yang dibantu oleh Kerajaan Inggris. Untuk menebus kekalahan dan membebaskan tawanan, Kerajaan Landak meminta bantuan dari kerajaan Banten. Perang kedua ini berhasil dimenangkan Kerajaan Landak, termasuk karena dukungan Belanda yang menghancurkan perwakilan Inggris di Sukadana.
Pada abad ke-19, raja-raja Landak merasa dirugikan oleh imperialis Belanda. Kemudian raja-raja Landak memimpin rakyatnya mengadakan pemberontakan terhadap Belanda. Tahun 1831 pemberontakan dipimpin oleh Ratu Adi, dan Gusti Kandut pada tahun 1890. Tahun 1899 pemberontakan terhadap Belanda dipimpin oleh Gusti Abdurrani, dibantu Panglima Daud, panglima Anggu I dan Ya’ Bujang. Semua pemberontakan ini tidak berhasil namun tidak memadamkan cita-cita kemerdekaan rakyat Landak. Kerajaan Landak kemudian berakhir dan bergabung dengan pemerintahan Republik Indonesia.
Kebangkitan Kerajaan Landak pada zaman modern ditandai dengan pengukuhan pewaris Kerajaan Landak, Drs. Gusti Suryansah, M.Si, sebagai pemangku tahta kerajaan bergelar Pangeran Ratu (calon raja) pada 24 Januari 2000.
PANGERAN NATA KESUMA
Pangeran Nata Kesuma merupakan salah seorang tokoh pejuang dari kerajaan Landak yang menentang penjajahan Belanda di Kalimantan Barat. Nama aslinya adalah Gusti Abdurrani. Ia putera dari Panembahan Gusti Abdulmajid yang memerintah kerajaan Landak pada tahun 1872-1875. Sejak masa mudanya, Pangeran Nata Kesuma telah mempunyai sifat-sifat yang baik, ramah tamah, suka menolong dan selalu dekat dengan rakyat. Pangeran Nata Kesuma sangat menentang kehadiran Belanda di kerajaan Landak terutama berkenaan dengan adanya kontrak kerjasama antara kerajaan Landak dan Belanda yang isinya lebih banyak merugikan kepentingan kerajaan Landak dan rakyatnya.
Kontrak kerjasama antara kerajaan Landak dengan Belanda dimulai pertama kali pada tanggal 31 Mei 1845 semasa pemerintahan Panembahan Machmud Akamuddin. Perjanjian tersebut dilanjutkan dengan ditandatanganinya kontrak kerjasama yang baru pada tanggal 17 Juli 1859, sewaktu kerajaan Landak diperintah oleh Panembahan Ratu Adi Kesuma Amaruddin. Perjanjian tahun 1859 ini dikenal dengan nama Lange Contract 1859. Kemudian semasa pemerintahan wakil Panembahan Pangeran Wiranata, pada tanggal 5 Juli 1883 diadakan lagi kontrak kerjasama yang baru antara kerajaan Landak dengan Belanda. Perjanjian ini diperbaharui lagi pada masa pemerintahan wakil Panembahan Landak Pangeran Mangkubumi Gusti Bujang dengan ditandatanganinya Politiek Contract bertanggal 8 Oktober 1909.
Dari berbagai kontrak kerjasama yang pertama sampai dengan Politiek Contract menunjukkan bahwa semua kontrak itu secara berangsur-angsur telah mempersempit ruang gerak dan kekuasaan kerajaan Landak. Hal tersebut dibuktikan dari isi kontrak yang merugikan kerajaan Landak antara lain :
1. Administrasi kerajaan Landak dipegang langsung oleh pemerintah Belanda, yang dikuasakan langsung kepada Controlour. Jabatan Menteri dihapuskan, jabatan Pembekal diubah menjadi Kepala Distrik dan jabatan Panembahan hanya berfungsi sebagai mandor saja;
2. Apanage dihapuskan dan diganti dengan belasting yang harus dibayar dalam bentuk uang;
3. Di samping membayar belasting, rakyat juga diwajibkan melakukan kerja rodi selama 20 hari dalam setahun;
4. Pajak 10% dikenakan untuk hasil hutan dan pajak cukai bagi penambangan emas dan intan;
5. Perjanjian Dua Belas Perkara yang dibuat oleh Raja Abdulkahar Ismahayana dengan saudara seibunya Ria Kanuhanjaya dihapuskan;
6. Hukum Adat mulai disingkirkan dan Pengadilan Negeri mulai diterapkan.
Hal tersebut di atas membuat rakyat kerajaan Landak menderita. Di samping itu terjadi pula perpecahan di antara keluarga kerajaan Landak antara yang pro dan kontra dengan kehadiran Belanda. Melihat keadaan demikian, Pangeran Nata Kesuma yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri di kerajaan Landak merasa sangat sedih dan prihatin.
Pangeran Nata Kesuma merasa tidak senang dengan kehadiran Belanda di kerajaan Landak karena dinilainya telah merugikan pihak kerajaan Landak sehingga rakyat menjadi sengsara dan terjadi perpecahan di antara keluarga kerajaan.Pangeran Nata Kesuma kemudian merencanakan perlawanan terhadap Belanda di kerajaan Landak. Dengan dibantu oleh Ja’ Bujang yang bergelar Wedana Jaya Kesuma dan beberapa orang kepercayaannya, yakni : Panglima Ganti, Panglima Bida, Panglima Daud dan Panglima Anggui, Pangeran Nata Kesuma secara diam-diam mengorganisir suatu perlawanan terhadap Belanda. Pangeran Nata Kesuma kemudian mengirimkan damak (sejenis tongkat komando) ke seluruh rakyat di pelosok kerajaan Landak.
Pengiriman damak tersebut dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar dukungan dan sambutan rakyat kerajaan Landak dalam mendukung rencana Pangeran Nata Kesuma menghadapi Belanda. Rakyat kerajaan Landak menyambut dengan semangat ajakan dari Pangeran Nata Kesuma yang berniat melawan Belanda. Pemberontakan Pangeran Nata Kesuma berlangsung selama 2 tahun, yakni tahun 1913-1914. Pemberontakan ini membuat Belanda kewalahan. Untuk meredam pemberontakan, Belanda mengatur siasat untuk menangkap Pangeran Nata Kesuma. Setelah mendatangkan bantuan pasukan dari Pontianak, Belanda menyerbu ke tempat persembunyian Pangeran Nata Kesuma. Dengan menggunakan kapal Kahar, pasukan Belanda langsung mendarat dan mengepung Istana Pedalaman dan menangkap Pangeran Nata Kesuma.
Selanjutnya Belanda membawa Pangeran Nata Kesuma dengan kapal menyusuri sungai Landak menuju ke kampung Munggu (± 8 km dari Ngabang) menuju lokasi basis pertahanan rakyat pengikut Pangeran Nata Kesuma. Siasat Belanda dengan membawa Pangeran Nata Kesuma di atas kapal dimaksudkan untuk menunjukkan kepada para pemberontak/pengikut Pangeran Nata Kesuma bahwa perdamaian antara Belanda dengan Pangeran Nata Kesuma telah tercapai. Pangeran Nata Kesuma sempat memberikan isyarat dengan tangannya kepada pengikutnya supaya perlawanan diteruskan. Tetapi hal itu telah salah ditafsirkan oleh para pengikutnya sehingga tidak terdengar bunyi tembakan sebagai tanda adanya perlawanan terhadap Belanda.
Demikianlah Belanda telah berhasil menjalankan siasatnya. Perang yang telah berkobar selama dua tahun dapat dihentikan. Meskipun telah banyak korban berguguran, baik dari pihak rakyat maupun Belanda, namun dengan dapat dihentikannya peperangan/pemberontakan ini pihak Belanda merasa lega sehingga roda pemerintahan kolonial dapat berjalan kembali. Setelah perjuangan fisik bersenjata pada tahun 1913-1914 tersebut, semangat perjuangan rakyat Landak masih tetap terus menyala, tetapi berhubung dengan situasi tidak mengijinkan, maka perjuangan lebih diarahkan kepada gerakan nasional.
Setelah ditangkap oleh Belanda, Pangeran Nata Kesuma kemudian diadili. Pengadilan Belanda di Batavia memutuskan bahwa Pangeran Nata Kesuma harus menjalani hukuman pembuangan ke Bengkulu. Sementara nasib pengikut Pangeran Nata Kesuma adalah sebagai berikut, Panglima Ganti dihukum 20 tahun penjara, Pangeran Daud melarikan diri ke Serawak Malaysia serta Panglima Bida dan Panglima Anggui tidak diketahui bagaimana nasibnya.
Dalam pengasingannya di Bengkulu, Pangeran Nata Kesuma diikuti oleh dua orang istrinya yaitu Encik Hajjah dan Nyimas Ahim serta beberapa puteranya diantaranya Gusti Affandi. Selama pengasingannya, Pangeran Nata Kesuma tidak pernah menerima bantuan keuangan dari pemerintah Belanda. Ia mencari nafkah untuk membiayai kebutuhan sendiri. Pangeran Nata Kesuma meninggal dunia di kampung Kelawi Bengkulu pada tahun 1920 dan dimakamkan di kampung tersebut. Masyarakat setempat di Bengkulu mengenal makam Pangeran Nata Kesuma sebagai makam Raja Borneo. Kerangka jenazah Pangeran Nata Kesuma dimakamkan kembali di kompleks pemakaman keluarga raja-raja Landak pada tanggal 27 September 1981 di Ngabang.
Sikap dan perbuatan Pangeran Nata Kesuma dalam menentang penjajah Belanda patut dijadikan teladan. Tekad dan keputusannya dalam berjuang tetap kokoh walaupun Pangeran Nata Kesuma menyadari bahwa ia dan pengikutnya hanya bermodalkan senjata tradisional menghadapi pasukan Belanda yang bersenjata lebih modern. Namun, terbukti pemberontakan yang dilakukannya mampu membuat Belanda kewalahan. Generasi muda sebagai generasi penerus bangsa, hendaknya mewarisi jiwa dan semangat anti penjajahan yang dimiliki oleh Pangeran Nata Kesuma. Rela berkorban demi tegaknya keadilan dan kesejahteraan rakyat banyak.
SUMBER : http://infopontianak.org/sejarah-kerajaan-landak/

1 komentar:

hostgator coupon