Fosil Homo erectus ditemukan tahun 1930. Kini tim peneliti kembali ke Ngandong
Tahun 1930 silam, 14 fosil Homo erectus -- manusia kera berjalan tegak -- ditemukan di Ngandong, Jawa Tengah oleh tim peneliti Belanda.
Kini, tim arkeolog kembali ke Ngandong. Bersenjatakan dokumen hasil survey tim Belanda. Mereka ingin menjawab pertanyaan, berapa sebenarnya umur fosil Ngandong dan usia sedimen yang mengubur tulang manusia purba itu.
Tim dipimpin oleh Russel L Cionchon, paleonatropologi Universitas Iowa. Dia dan timnya menduga Homo Erectus dari Ngandong di masa akhir zaman es (ice age) -- di saat yang sama Homo sapiens di bagian dunia lain dan ada 'hobbit' atau Homo floresiensis hidup di gua-gua di pulau Flores. Ini masa yang sangat menarik dalam evolusi manusia.
"Selama ekspedisi kami telah menemukan 800 fosil dari lokasi penguburan," kata Russel L Cionchon, seperti dimuat situs Nature.
Tim akan menyelidiki sedimen lokasi penguburan fosil. "Yang akan memberi petunjuk bagaimana lapisan fosil (bone bed) tercipta."
Ilmuwan percaya kajian geologi dan lingkungan lokasi penguburan fosil akan memberikan informasi krusial soal waktu dan isu lainnya.
Meski belum ada bukti langsung, ilmuwan yakin Homo erectus melakukan eksploitasi di wilayah dekat lokasi fosil, baik dengan cara berburu atau meramu.
"Sementara, dari estimasi yang didapat dari bagian-bagian tubuh, Homo erectus memiliki tinggi 1,66 sampai 1,88 -- sama tingginya dengan rata-rata orang Amerika Serikat," tambah L Cionchon.
Ditambahkan dia, 14 fosil Homo erectus merepresentasikan masa-masa akhir evolusi. Apalagi, mereka memiliki otak yang lebih besar dari Homo erectus di tempat lain.
"Di Ngandong, Homo erectus yang baru mencapai Jawa hidup di wilayah yang 'terisolasi' -- tanpa kompetisi dengan spesies manusia lain."
Dimungkinkan saat Homo sapiens mencapai Jawa, itulah kompetitor utama Homo erectus. "Namun, kepunahan Homo erectus lebih mungkin karena kondisi geologis atau iklim."
Homo erectus, baik di Afrika maupun jawa, dan di lokasi lain berasal dari satu keturunan, Homo erectus Dmanisi -- yang ukurannya paling kecil dan primitif -- yang mungkin adalah asal usul spesies manusia.
"Jika Anda membandingkan Homo erectus di Ngandong dan di lokasi lain, sangat jelas bahwa sebagian manusia [nenek moyang] berasal dari Ngandong." Namun, itu masih perlu diuji.
Kini, tim arkeolog kembali ke Ngandong. Bersenjatakan dokumen hasil survey tim Belanda. Mereka ingin menjawab pertanyaan, berapa sebenarnya umur fosil Ngandong dan usia sedimen yang mengubur tulang manusia purba itu.
Tim dipimpin oleh Russel L Cionchon, paleonatropologi Universitas Iowa. Dia dan timnya menduga Homo Erectus dari Ngandong di masa akhir zaman es (ice age) -- di saat yang sama Homo sapiens di bagian dunia lain dan ada 'hobbit' atau Homo floresiensis hidup di gua-gua di pulau Flores. Ini masa yang sangat menarik dalam evolusi manusia.
"Selama ekspedisi kami telah menemukan 800 fosil dari lokasi penguburan," kata Russel L Cionchon, seperti dimuat situs Nature.
Tim akan menyelidiki sedimen lokasi penguburan fosil. "Yang akan memberi petunjuk bagaimana lapisan fosil (bone bed) tercipta."
Ilmuwan percaya kajian geologi dan lingkungan lokasi penguburan fosil akan memberikan informasi krusial soal waktu dan isu lainnya.
Meski belum ada bukti langsung, ilmuwan yakin Homo erectus melakukan eksploitasi di wilayah dekat lokasi fosil, baik dengan cara berburu atau meramu.
"Sementara, dari estimasi yang didapat dari bagian-bagian tubuh, Homo erectus memiliki tinggi 1,66 sampai 1,88 -- sama tingginya dengan rata-rata orang Amerika Serikat," tambah L Cionchon.
Ditambahkan dia, 14 fosil Homo erectus merepresentasikan masa-masa akhir evolusi. Apalagi, mereka memiliki otak yang lebih besar dari Homo erectus di tempat lain.
"Di Ngandong, Homo erectus yang baru mencapai Jawa hidup di wilayah yang 'terisolasi' -- tanpa kompetisi dengan spesies manusia lain."
Dimungkinkan saat Homo sapiens mencapai Jawa, itulah kompetitor utama Homo erectus. "Namun, kepunahan Homo erectus lebih mungkin karena kondisi geologis atau iklim."
Homo erectus, baik di Afrika maupun jawa, dan di lokasi lain berasal dari satu keturunan, Homo erectus Dmanisi -- yang ukurannya paling kecil dan primitif -- yang mungkin adalah asal usul spesies manusia.
"Jika Anda membandingkan Homo erectus di Ngandong dan di lokasi lain, sangat jelas bahwa sebagian manusia [nenek moyang] berasal dari Ngandong." Namun, itu masih perlu diuji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar